Selasa, 28 Oktober 2008

PENGARUH PENGGUNAAN KATETER

Dari penelitian ini didapatkan kejadian retensio urin pada penggunaan kateter 12 jam pasca seksio sesarea sebesar 4,2 %. Sedangkan kejadian retensio urin pada penggunaan kateter 24 jam pasca seksio sesarea sebesar 2,6 %. Bila dilihat dari kejadian retensio urin post partum maka angka kejadian retensio urin pada penelitian ini masih dalam kisaran kejadian retensio urin seperti yang di dapatkan pada penelitian di Amerika(1991) yaitu 1,7% sampai 17,9% pada pasien post partum (Saultz et al., 1991). Sedangkan sebagai kasus pasca operasi, kejadian retensio urin pada penelitian ini juga masih berada dalam rentang kejadian retensio urin seperti hasil penelitian pada kasus pasca operasi untuk semua kasus operasi yaitu 4% sampai 25% (Anonim, 2002; Jonathan et al., 2003). Namun kejadian retensio urin pada penelitian ini lebih rendah dari pada kejadian retensio urin pada penelitian di FK UI RSCM Jakarta yang dilaporkan Kartono (1998) yaitu kejadian retensio urin sebesar 17,1% jika kateter dipasang 6 jam dan 7,1% jika kateter dipertahankan selama 24 jam untuk kasus pasca bedah seksiosesarea (Djusad, 2002). Rendahnya kejadian retensio urin yang didapatkan pada penelitian ini dibandingkan dengan kejadian retensio urin pada penelitian di FK UI RSCM Jakarta yang dilaporkan Kartono (1998) mungkin disebabkan oleh adanya perbedaan dalam kriteria eksklusi sampel, dimana pada penelitian ini faktor-faktor yang dieksklusi adalah adanya trauma traktus urinarius pada tindakan operasi, kehamilan dengan PE Berat atau eklampsia atau HELLP sindroma, riwayat persalinan sebelumnya dengan seksio sesarea, penggunaan anastesi epidural, infeksi saluran kencing dan partus kasep.
Pada penelitian ini semua kasus baik yang menggunakan kateter 12 jam maupun 24 jam pasca seksio sesarea, dapat berkemih spontan dalam 6 jam pasca pelepasan kateter, sehingga dalam hal ini belum dapat dikatakan sebagai suatu retensio urin sesuai definisi (tidak adaya proses barkemih spontan dalam 6 jam setelah kateter menetap dilepas). Namun 13 dari semua kasus yang dapat berkemih spontan dalam 6 jam setelah pelepasan kateter (baik pada penggunaan kateter 12 jam maupun 24 jam), setelah diukur volume residunya didapatkan adanya retensio urin sesuai dengan definisi yaitu dapat berkemih spontan dengan urin sisa lebih dari 200 ml.
Kalau mengacu pada definisi retensio urin dimana tidak dapat berkemih spontan dalam 6 jam setelah pelepasan kateter maka pada penelitian ini tidak terlihat ada perbedaan kejadian retensio urin baik pada penggunaan kateter 12 jam maupun 24 jam. Hal ini sesuai dengan apa yang didapatkan oleh Dun TS dkk dalam penelitiannya yang mendapatkan bahwa tidak ada perbedaan antara pelepasan kateter segera setelah operasi dengan pelepasan kateter satu hari setelah pelepasan kateter.
Secara statistik kejadian retensio urin pada penggunaan kateter 12 jam dan 24 jam pasca seksio sesarea setelah dilakukan uji Chi-square didapatkan nilai p : 0,397. Nilai ini menunjukkan tidak adanya perbedaan yang bermakna antara kejadian retensio urin pada penggunaan kateter 12 jam dan 24 jam pasca seksio sesarea. Dengan demikian berdasarkan hasil penelitian ini maka penggunaan kateter 12 jam pasca seksio sesarea akan dapat menjadi pilihan dengan mempertimbangkan keuntungan dan kerugiannya. Seperti halnya dengan hasil sebuah penelitian yang menyimpulkan bahwa pelepasan kateter segera setelah operasi dibandingkan dengan pelepasan kateter setelah 24 jam pasca operasi tidak berbeda dalam hal rekateterisasi, panas badan, dan gejala infeksi saluran kencing. Rasa nyeri pada kandung kemih dan sekitar uretra lebih banyak dirasakan pada mereka yang pelepasan kateter dilakukan setelah 24 jam(Dun et al., 2003). Disamping itu keuntungan pelepasan kateter pasca seksio sesarea lebih awal adalah pasien dapat mobilisasi dini, memberi perasaan nyaman, waktu dan biaya perawatan yang lebih sedikit.

Tidak ada komentar: